beliau

Yaayyyyy!!! Akhirnya bisa silaturahmi juga dengan Dosen Pembimbing TA X)))
Sudah lama gak ketemu, lebih dari 1 tahun. Pertemuan terakhirku ketika mau ngabarin kalo udah dapet kerja di Jakarta. 1 tahun gak ada kabar, ternyata bikin rasa rindu itu mak byar pet lah X)). Eehhh tiba-tiba di message lewat fb, ditanyain gimana kabarnya X)) Langsung rasa rindu itu pecah seperti jerawat yang dipithes X)) *berhubung jarang liat fb, aku baru baca messagenya yang ternyata udah dikirim seminggu sebelumnya -__-*
Dan kemudian aku rencanakan untuk bersilaturahim ke Bandung.

Semuanya masih sama dari beliau, yang beda adalah sekarang sudah mendapat gelar Doctor :) Januari 2013, beliau merampungkan pendidikan Doctor-nya.

5,5 tahun bukan waktu yang sebentar, perlu usaha yang keras, perlu kemauan yang kuat, perlu “puasa” disegala hal, dan yang pasti perlu lebih dekat dengan-Nya.

Banyak wejangan yang diberikan ketika kami bertemu. Serasa bimbingan TA di Gedung E lantai 2 dulu. 1 jam lamanya bimbingan, 30 menit diisi dengan materi dan 30 menit disusupi wejangan dalam menjalani hidup. Waktu selalu dirasa gak cukup jika mengobrol dengan beliau :)

Di negeri kita ini, orang kalau gak pinter nantinya cuma jadi tukang.

gedung B

+82

Malam hari, hujan belum selesai dengan gerimisnya. Tiba-tiba handphone yang ada di saku baju berdering. Sedikit heran karena ada nomor asing yang muncul. Lebih heran lagi karena country code number yang muncul adalah +82 :)
Ternyata kau menelpon juga, sudah lama tak mendengar suaramu yang agak cempreng hahaha X’D Masih ingat terakhir kalinya kita berjumpa 30 Agustus lalu. Saat itu selepas pulang “nguli” langsung menuju bandara CGK untuk mengantar keberangkatanmu menuju negeri gingseng :D
Apa kabar kawan? Terakhir yang saya lihat, kau berfoto disalju yang putih itu. Aaarrrggghhh kau membuatku semakin termotivasi untuk segera menyusulmu hahaha XD

+82

Keinginan untuk segera berkunjung ke rumah-Mu sudah begitu kuat. Apalagi ada ajakan dari orang tua untuk berkunjung bersama. Semakin gak sabar aja dijamu oleh-Mu begitu mendengar ajakan orang tuaku. Semoga masih ada umur untuk kesana nantinya. Makkah & Madinah :)

Nguli

Gak kerasa hampir 9 bulan tinggal di kota yang paling padat penduduknya di negeri ini, Jakarta. Kota yang sebenarnya gak pengen aku jadikan kota hunian sewaktu kuliah dulu. Tapi ya beginilah hidup, manusia boleh merencanakan tapi Allah yang menentukan. Memang gak bisa dipungkiri sarjana *abal-abal* dengan background pendidikan seperti saya, Jakarta adalah kota yang paling banyak membutuhkan tenaga mantan mahasiswa teknik telekomunikasi.

Macetnya gak ketulungan. Hujan dikit aja jalanan jadi banjir. Jangan tanya polusi udaranya seperti apa parahnya. Panasnya bukan main. Taman hijau sangat sedikit. Jalur buat pedestrian gak ada bedanya sama jalan raya, dilalui sepeda motor. Transportasi umum yang nyaman hanyalah isapan jempol belaka, metromini & kopaja sudah jadi “makanan” buat para preman. Keamanan? Saya udah 2 kali kemalingan sepatu kantor. Calo tiket kereta api lebih parah 900% dari Bandung.

Tapi kota ini selalu saja bisa bikin kangen kalau lagi kerja di pulau seberang. Keramaian & kemudahan mendapatkan apa yang diinginkan itu lho yang bikin kangen hahaha :))))

Nguli + Nggembel = Njepret

Pekerjaan saya sekarang menuntut untuk siap berkeliling diseluruh Indonesia. Dulu ketika kuliah menganggap pekerjaan saya sekarang sebagai sesuatu yang keren, bisa jalan-jalan merasakan dunia luar, bisa berkelilinglah pokoknya *norak ya* :)))) Dan waktu itu saya punya mimpi untuk suatu saat setelah lulus kuliah bisa bekerja seperti itu. Alhamdulillah sekarang bisa terwujud :)

Setelah pulau Jawa dan Bali, kini Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, Batam adalah seiprit dari ribuan pulau di Indonesia yang pernah saya pijaki.
Manado, Ujung Pandang, Banjarbaru, Palembang, Batam :)

 

 

Long Trip to Ujung Genteng

Wisata ke Ujung Genteng ini berawal dari ajakan temen-temen yang udah biasanya travelling. Kalo belum tahu apa itu Ujung Genteng, infonya bisa dilihat disini. Sebenernya dulu masih 50:50 mau ikut apa enggak, karena lagi ikutan Summer School (baca: SP Semester Pendek) dan duit lagi mepet buat hidup di kota rantau ini. Untung yang ngajakin temen-temen yang sering backpacker nggembel, jadi masalah duit bisa ditekan. :D Tapi dengan kondisi yang pengen super hemat, kami putuskan buat naik motor kesana walaupun jarak yang mesti ditempuh lebih dari 250 km jangan dibayangin capeknya. Pengen berbagi aja buat yang mau wisata kesana sesuai dengan pengalamanku.

Berangkat 4 motor yang isinya 8 orang yaitu Fathur, Rashif, Budi, Ndank, Erik, Yakob, Sandy, dan aku Ulik dari Bandung bagian Dayeuh Kolot hari Jumat jam 14.00 dengan kondisi setelah Sholat Jumat perut sudah terisi makanan. Dipilih sekitar jam segitu dengan pertimbangan menghindari macet yang luar biasa di kawasan Cimahi ketika sore hari. Jadi bisa nyampe di Padalarang sekitar jam 15.30 pas sekalian buat sholat Ashar. Setelah itu perjalanan dilanjutnkan lagi menuju Cianjur dan Sukabumi. Dengan kecepatan motor rata-rata 60 km/jam nyantai aja yang penting selamat bisa nyampai di perbatasan Cianjur-Sukabumi pas waktu Maghrib. Sholat Maghrib dulu ya sob :D Lanjut lagi perjalanan menuju Sukabumi dengan jalan nyantai dan motor beriringan karena udah malam. Istirahat sejenak sekitar jam 20.00 di kota Sukabumi untuk makan malam. Kami terpaksa menunda sholat Isya tepat waktu karena untuk mengejar sampai di Sukabumi agar tidak  terlalu malam. Dasar mahasiswa, backpacker’an lagi, hidup harus lebih hemat. Aku udah bawa bekal dari kampus buat makan malam, jadi duit gak keluar banyak. Sebagian temen-temen ada yang beli makan nasi doreng si pinggir jalan buat nyari yang murah. tak lupa kami tanya dulu berapa harganya sebelum memutuskan apakah jadi makan ditempat itu atau tidak. :D

Setelah makan malam, perjalanan dilanjutin lagi dengan stamina baru padahal capek. Walaupun dapet saran dari yang jual nasi goreng dan warga sekitar, mendingan nginep dulu di Sukabumi baru nanti setelah subuh berangkat lagi. Karena setelah Sukabumi, yang dilewatin hanyalah hutan belantara. Kami putuskan buat tetep berangkat karena pengen mengejar sunrise di Pantai Ujung Genteng. Target berikutnya adalah daerah Surade dan akhirnya kami sampai di ujung kota Sukabumi. Ada 2 pilihan untuk menuju Surade. Opsi pertama adalah langsung menuju Surade dengan resiko hutan belantara, jalan naik turun, berkelok-kelok tepi jurang, dan jarak rumah penduduk sangat jauh. Tetapi keuntungannya waktu tempuh makin cepat. Opsi kedua melewati Pelabuhan Ratu baru ke Surade dengan resiko jalur yang ditempuh makin jauh sehingga waktunya makin lama karena rute ini memutar jauh. Tetapi keuntungannya jalannya lurus tidak banyak kelokan dan jarak antar rumah penduduk tidak terlalu jauh. Opsi kedua yang dipilih, sesuai dengan nasehat dari salah seorang warga sekitar (Bapaknya ternyata asli Jogja) :D Bapaknya lupa namanya euy nagsih petunjuk jalan untuk menuju Pelabuhan Ratu. Kami pun melanjutkan perjalanan. Sekitar jam 21.00 kami istirahat sejenak untuk Sholat Isya dan isi bensin motor sembari ngobrol-ngobrol bareng petugas SPBU. Dari hasil ngobrol-ngobrol, kami dapet info kalo menuju Pelabuhan Ratu masih sekitar 40 km lalu ke Surade 100km lagi, sehingga total masih 140 km lagi jarak yang harus ditempuh. Dengan tenaga yang tersisa, kami tetep semangat buat melanjutkan perjalanan demi sunrise pantai Ujung Genteng.

Pelabuhan Ratu! Akhirnya kami sampai di Pelabuhan Ratu, tapi perjalanan belum selesai. Disinilah tantangan dimulai. Hanya 4 motor 8 orang, kami sendirian menyisir jalanan Pelabuhan Ratu – Surade. Ternyata jalanan yang dilewati tidaklah seindah yang dibayangkan oleh kami. Jalanannya naik turun, berkelok tajam, banyak lubang, dan sangat sepi. Yang ada dipikiranku saat itu adalah, misal ban motor bocor, ya sudah tamat riwayat kami. Bagaimana mau nyari tukang tambal ban, lha wong sepanjang jalan hanya ada pohon, pohon, dan jurang. Alhamdulillah kami tidak mengalami hal itu. Perjalanan dihentikan sejenak karena kami sangat kelelahan. Kami berhenti di atas gunung yang pinggirnya jurang, angin darat berhembus kencang karena sebelah gunung sudah pantai. Cukup 15 menit saja istirahatnya, perjalanan menuju Surade dilanjutkan lagi.

Finally, Surade! :D Tepat hari Sabtu jam 00.00 kami tiba di Surade. Berhenti sejenak untuk mengisi bensin motor kami agar nanti pagi bisa langsung tancap gas ke Ujung Genteng. Kami berunding untuk menentukan tempat istirahat malam, apakah di penginapan mustahil banget nih, SPBU atau Masjid Surade. Akhirnya dipilih Masjid Surade agar bisa bangun pagi tepat waktu sekaligus Sholat Subuh berjamaan disana. Jam 00.30 akhirnya tiba juga di Masjid Surade dan tanpa basa-basi langsung tidur di serambi masjid pintu utama masjid dikunci sih beralaskan lantai yang sangat dingin dan berselimutkan sarung. :D Pagi buta setelah sholat Subuh, perjalanan dilanjutkan menuju Pantai Ujung Genteng. And finally! Ujung Genteng! Touchdown! :D

Hasil dari backpacker nggembel ke Ujung Genteng 3 bulan yang lalu. Yah, hasil jepretan foto dari Fathur yang emang jago kalo masalah jepret-menjepret kayak gini.

1. Pantai Ujung Genteng

Pantai Ujung Genteng terlihat indah saat pagi hari ketika matahari mulai muncul dari tengah-tengah laut. Disini banyak kapal-kapan nelayan yang “parkir” setelah melayar di laut lepas.

2. Pantai Cibuaya

Rute berikutnya adalah Pantai Cibuaya. Pantai ini memiliki keindahan dengan pantai pasir putih dan airnya yang bening. Pantai ini membentang hingga beberapa kilometer panjangnya dan suasana di pantai ini masih sepi dari pengunjung.

3. Pantai Pangumbahan

Pantai ini memiliki ombak yang cukup besar sehingga biasa digunakan untuk bermain selancar oleh para bule-bule luar negeri yang sedang berlibur. Disini juga terdapat bekas bangunan yang dulunya untuk saluran air laut, tetapi sekarang sudah tidak digunakan lagi. Sehingga bisa digunakan untuk bermain air dan merasakan besarnya ombak di pantai ini. Saat sore hari, biasanya ada pelepasan tukik alias anak penyu ke laut.

4. Pantai Cipanarikan

Pantai Cipanarikan merupakan pertemuan antara air asin dengan air tawar. Sungai yang berujung di pantai ini memberikan sensari tersendiri. Setelah bermain air dan berenang di pantai kami bisa langung berenang di sungai yang letaknya hanya beberapa puluh meter dari bibir pantai. Pantai ini sering dikunjungi oleh wisatawan karena pantai ini benar-benar cantik.

5. Pantai Ombak Tujuh

Dari sekian pantai yang ada di kawasan Ujung Genteng, menurutku Pantai Ombak Tujuh menjadi best of the best. Pantai yang benar-benar msih alami tak tersentuh oleh orang banyak. Untuk menuju pantai ini diperlukan waktu sekitar 1 jam dengan melewati hutan dan sungai yang tanpa ada jembatannya. Mending kalo ada jalan yang bisa dilewati motor dengan normal, justru kami harus melewati jalan setapak. Bekal makanan dan minuman sebaiknya disipakan terlebih dahulu karena di pantai ini tidak ada seorang warga yang tinggal. Butuh pemandu dari warga sekitar untuk bisa sampai ke pantai ini, dengn bayaran sekitar Rp. 120.000 kita bisa menapakkan kaki di Pantai Ombak Tujuh.

Setelah seharian dari pagi hingga maghrib kami menjelajahi Ujung Genteng, waktunya untuk mencari tempat yang bisa digunakan untuk istirahat malam. Sasaran utama kali ini adalah SPBU Surade. Setelah meminta izin dari petugas yang jaga di SPBU tersebut, kami diijinkan untuk menginap di mushola SPBU. Namanya juga mahasiswa backpacker nggembel, walaupun sebenarnya di Ujung Genteng sudah banyak tempat penginapan maupun villa masih aja cari yang gratisan.

Hari Ahad pagi, tujuan terakhir dari adventure ini adalah Curug Cikaso. Ada tips untuk menuju lokasi ini. Untuk wisatawan biasanya diharuskan untuk naik perahu dengan biaya 80 ribu untuk tiap perahu yang hanya muat untuk 8 orang setelah masuk dari pintu loket. Padahal dengan jalan kaki sekitar 200 meter melewati pematang sawah, Curug Cikaso sudah bisa ditemui. Alasan menggunakan perahu adalah tanah sawah warga bisa rusak. Padahal warga sekitar lalu lalang melewati sawah itu biasa saja -_-” Kami mengakali hal tersebut dengan cara datang pagi-pagi sekitar jam 7 sudah sampai di pintu loket. Untuk masuk ke loket, kami secara bertahap tiap 1 motor masuk ke depan pintu loket dan hanya membayar tiket masuk sebesar 2000. Lalu berjalan melewati sawah untuk menghindari naik perahu. Kemudian jika rombongan pertama sudah sampai di curug, rombongan 1 motor melanjutkan kembali rencana yang sesuai dengan rombongan pertama tadi hingga motor keempat. Sebelumnya kami sudah briefing dulu untuk mencari jalan setapak lewat sawah berbekal informasi dari yang sudah pernah main kesini.

Selesai sudah perjalanan panjang kami menuju Ujung Genteng. Kami pulang menuju bandung sekitar jam 10. Rute yang kami pilih untuk balik ke bandung adalah opsi pertama, yaitu langsung dari Surade menuju Sukabumi. Dengan resiko jalanan yang manantang, kami ambil resiko itu karena ingin membandingkan kedua rute itu dan lebih cepat sampai. Tak dinaya tak disangka, jalur yang dipilih lebih menantang dari opsi kedua. Lengkap sudah liburan kali ini, punya temen-temen backpacker yang suka travelling. Total biaya yang dikeluarkan hanya 125 ribu rupiah, itu sudah termasuk uang bensin, makan 3 hari, biaya masuk tempat wisata, dan bayar untuk pemandu ke Pantai Ombak Tujuh.  Bahagianya bisa mejelajahi bumi Allah yang Dia ciptakan dengan sempurna.

Mahasiswa Tingkat 5

“Lik, udah lulus apa belum sih kuliahnya?”. “Ulik masih kuliah? Semester berapa?”. Pertanyaan yang tertuju padaku, kemarin ketika libur lebaran. Teman dan saudaraku pada nanyain udah lulus apa belum. Dengan malu-malu dan senyum kecil akupun menjawab, “Belum, udah semester 9 nih”. :) Yah, gampangnya jawab gitu lah karena ribet kalau jelasin aku ni dari D3 terus lanjut S1 jadi lulus normal tu 5 tahun alias 10 semester, 3 tahun buat D3 dan 2 tahun buat S1. Karena mereka kira kuliah normal 4 tahun udah bisa lulus. Beginlah nasib mahasiswa tingkat lima.

Kemarin siang, sengaja lewat lorong-lorong antar gedung di kampus karena udah lama gak melakukan rutinitas ini. Berjalan sendirian dari ujung kampus ke ujung lainnya, buat ngasih undangan syukuran asisten baru di lab’ku ke lab lain yang lokasinya di ujung selatan kampus dan satunya di ujung utara. Clingak-clinguk tengak-tengok sekitar, ternyata orang-orang yang kukenal sudah tidak ada. Kampus sudah dipenuhi dengan mahasiswa-mahasiswi yang wajahnya asing buatku. Beginilah nasib mahasiswa tingkat lima.

Sabtu pekan kemarin, ketika ada acara syukuran asisten lab yang baru di salah satu laboratorium kampus. Aku datang buat menuhi undangan dari lab tersebut bareng teman lab’ku sama-sama mahasiswa tingkat lima juga :D Sesampainya disana, ternyata orang-orang yang datang sedikit yang saya kenal, itupun angkatan 2007 yang aku kenal. Dan hanya kami berdua yang satu angkatan. Beginilah nasih mahasiswa tingkat lima.

Semakin tersentak hati ini kalo denger kata: “Le, kapan koe lulus?” dan “Le, iki semester terakhir to le?”. Bingung dan gak tega mau jawab gimana. Hanya bisa tersenyum dan menjawab , “InsyaAllah diusahakan semester ini yang terakhir Bu. Maret tahun depan siap-siap aja ke Bandung buat dateng wisudanya Ulik”. Beginilah nasib mahasiswa tingkat lima.

Kemarin, ketika beres-beres ruangan di lab gak sengaja nemuin baju toga dan topi buat wisuda. Udah pengen secepatnya memakainya dihadapan kedua orang tuaku. Maret tahun depan, semoga saja. :)